pandangan hybrid dan non hybrid




di tulis BEN-KLI
16 september 2013


Kontroversi Hybrid dan Non Hybrid
Tulisan ini hanya merupakan pandangan alias pendapat saya secara sepihak dan bukan bertujuan untuk menajamkan perbedaan. Hobbies LB di Indonesia adalah yang paling unik se dunia. Hanya di Indonesia LB bisa di apresiasi dari dua sisi yang berbeda, suara dan keindahannya. Ketika ada ajakan untuk beternak LB “galur murni”, maka timbul berbagai macam reaksi. Seperti biasa, ada yang pro dan ada yang kontra. Saya pribadi lebih suka menyikapi kontroversi ini dengan pendapat sebagai berikut:

1. Hybrid.
Selama ini banyak yang baik secara sadar ataupun tidak telah melakukan cross species alias hybrid dalam beternak LB. Yang tidak sadar mungkin karena minimnya pengetahuan dan terbatasnya dana. Sementara yang sadar mungkin menyadari potensi LB hybrid dalam bidang tarik suara. Terbukti memang banyak LB hybrid yang menjadi jawara di arena lomba suara. Untuk yang sudah langganan juara, harganya so pasti fantastis. Jika diternak, yang antri dan booking anakannya tidak sedikit walaupun harganya dibandrol selangit. Inilah salah satu kelebihan LB hybrid.
Kelebihan lainnya, hybrid bisa menciptakan transmutasi yang menurut kalangan tertentu sangat indah dan yang pasti harganya bisa menguras isi dompet, seperti parblue, biola, dll.
Masalahnya, pernahkah kita berpikir berapa banyak usaha yang diperlukan untuk menciptakan transmutasi yang “berkelas”? Tanpa perlu menjelaskan perlunya pengetahuan dasar genetika, berapa banyak waktu dan dana yang terbuang? Berapa banyak penelitian trial dan error yang harus dilakukan? Apakah transmutasi parblue, biola dan lainnya tercipta dalam waktu satu malam seperti kisah Bandung Bondowoso? Silahkan cari jawabannya.
Jadi apa yang harus saya lakukan?
Jika anda beternak LB hybrid semata-mata karena suaranya dan anda yakin harganya memuaskan, silahkan saja dilanjutkan. Jika anda beternak LB hybrid karena ingin menciptakan transmutasi baru, juga silahkan saja dilanjutkan. Tapi jangan lupa dengan konsekwensinya seperti yang dijelaskan diatas.
Permasalahan muncul ketika LB hybrid yang dihasilkan ternyata tidak berbakat mengikuti lomba suara dan juga tidak berhak mengikuti kontes kecantikan. Apa yang harus dilakukan dengan LB ini? Tentu saja dijual. Harganya? Kira-kira saja sendiri.

2. Non Hybrid
Sama seperti LB hybrid, LB yang Non Hybrid atau kita gunakan saja istilah galur murni, juga bisa diikutkan dalam lomba suara dan terbukti tidak sedikit yang moncer walaupun menurut beberapa teman saya tidak sebanyak yang hybrid. Benar atau tidaknya saya sendiri tidak jelas karena belum pernah diadakan survey.
Beternak LB non hybrid atau kita istilahkan galur murni saja, mungkin masih belum banyak dilakukan oleh hobbies di Indonesia. Kalaupun sudah, saya yakin jumlahnya masih sedikit dan itupun baru dilakukan beberapa tahun terakhir ini. Hal ini kemungkinan karena terbatasnya materi dan pengetahuan.
Lewat kontes kecantikan alias beauty contest (BC) yang digelar leh KLI pada saat KLI Cup 1 bulan Juni 2013 di Yogyakarta, semakin banyak yang ingin mengetahui dan beternak LB galur murni. Mengapa demikian? Ini disebabkan BC bukanlah kontes warna tapi kontes kecantkan alias keindahan. LB selain warna hijau dan biru yang selama ini harga pasarannya berada diatas kedua warna tersebut belum tentu bisa memenangkan kontes tersebut jika tidak memenuhi standard penilaian yang mencakup 9 kriteria. Ini sudah dibuktikan digelaran KLI Cup dimana warna hijau justru mengalahkan mutasi warna lainnya seperti kuning, blorok bahkan halfsider. Jadi anggapan bahwa basic keindahan hanya merupakan milik atau mainan orang-orang yang berduit adalah tidak benar, malah sebaliknya.
Sisi positif dari adanya BC, harga LB dengan warna standard alias ijo secara perlahan bisa terdongkrak kembali sehingga diharapkan tidak ada lagi istilah “koq si ijo harganya semakin mengenaskan?”. Padahal sepengetahuan saya hijau alias wildtype alias “ori” harganya juga sangat menggiurkan.
Alasan lain dalam memilih beternak galur murni adalah terbukanya kesempatan yang lebih besar jika suatu saat ada rekan yang berniat meng export LB.
Dalam tahapan yang lebih extrem, saya mengenal beberapa peternak di Indonesia (bisa dihitung dengan jari tangan) yang hanya mengoleksi dan beternak LB jenis wildtype alias hijau. Tidak ada lutino, blorok, albino, dan lainnya. Murni hanya hijau. Alasan mereka, LB adalah species yang perlu dilindungi kemurniannya.
Lalu saya harus beternak hybrid atau non hybrid? Semuanya kembali kepada anda. Saya hanya mengeluarkan pendapat saya. Untung ruginya sudah pasti bisa anda prediksi. Yang pasti, hybrid hanya bisa mengikuti kontes suara dan tidak bisa mengikuti kontes kecantikan sementara non hybrid bisa mengikuti keduanya.
Akhir kata, mari kita buang perbedaan. Jika ada yang mengajak beternak galur murni, sebaiknya disikapi dengan bijaksana dan jika ada yang tetap mau beternak hybrid yang kontra ya tetap harus legowo. Semuanya hanya bersifat mengajak bukan memaksa. Toh ini hanya sekedar "hobby"

BEN - KLI

baca juga